Results 1 to 3 of 3

Thread: Pendekar Angin

  1. #1
    Junior Member
    Join Date
    Jun 2008
    Posts
    22

    Default Pendekar Angin

    Ch. 1 Keberangkatan Luina
    “Tang…teng…tang…ting…” terdengar bunyi logam beradu. Kalau tidak biasa mendengarnya, kepala serasa mau pecah dan emosi akan meluap untuk membunuh orang yang menghasilkan bunyi-bunyian tersebut. Apalagi ini dilakukan pada siang hari, dimana suhu udara mencapai 40 0C. Bayangkan …. Suara itulah yang harus kudengarkan setiap hari. Ditambah lagi kalau suhu udara 40 0C, maka suhu di area rumahku akan menjadi 50 0C sampai 60 0C karena tungku pembakaran selalu menyala sepanjang siang hari.

    Yah, mau bagaimana lagi. Ayahku adalah seorang blacksmith yang sangat hebat. Semasa mudanya ia mengabdi pada kerajaan membuat senjata dan baju perang untuk para prajurit kerajaan. Setelah ia menikah dengan ibuku, ia mengundurkan diri dari pekerjaannya dan menetap di desa kelahiran ibu.

    Oh ya, perkenalkan namaku Luina Reihn. Ayahku seorang blacksmith dan ibuku adalah dancer. Aku tinggal di desa Longwa yang adalah bagian dari kerajaan Yor-Qal. Dulu ayahku bekerja di kerajaan, sekarang ia meneruskan hobinya di desa. Masih banyak orang-orang yang datang ke ayah, minta dibuatkan alat-alat untuk berburu dan bercocok tanam. Ayah tidak mau lagi membuat alat-alat untuk perang.

    Sejak aku berusia 4 tahun, aku diajarkan oleh ayah teknik dasar bela diri tangan kosong ‘pukulan bangau putih’. Semuanya ada 10 langkah, langkah ke 1 sampai ke 4 adalah gerakan menghindar dari serangan lawan. 4 langkah ini sangat membutuhkan kelincahan gerak tubuh. Untunglah ibuku mau mengajarkan aku ‘12 langkah mencapai langit’ sehingga gerakanku bisa lincah seperti burung bangau?

    Usia 8 tahun aku baru diajarkan 4 langkah berikutnya yaitu gerakan membalikkan serangan lawan dengan meminjam tenaga lawan. Untuk mempelajari ini aku harus memahami gerakan air yang kadang keras kadang lembut. Wah sulit sekali menguasainya.

    Nah, pada usia 13 tahun ayah baru mengajarkan 2 langkah yang terakhir yaitu menyerang dengan gerakan cepat dan kuat seperti angin. Aku senang sekali, karena akhirnya ada langkah untuk menyerang lawan. Ayah berpesan jangan sekali-kali menggunakan 2 langkah terakhir ini karena sangat membahayakan nyawa lawan. Dalam hati aku berpikir ‘kalau kita diserang, bukannya yang menyerang kita itu orang jahat? Kenapa harus kasihan pada orang jahat?’ Tetapi aku diam saja, tidak meminta penjelasan pada ayah.

    Besok adalah ulang tahunku yang ke 17. Sweet seventeen lho. Ibu sering mengatakan kepadaku bahwa usia dewasa bagi seorang gadis adalah 17 tahun. Wah, berarti besok aku sudah dewasa. ‘Yiipiii’ teriakku dalam hati. Senang sekali sudah dewasa. Eh ngomong-ngomong kalau dewasa itu artinya apa sih?

    Pada saat makan malam, ayah berkata kepadaku, “Luina, besok kamu berumur 17 tahun. Ilmu ‘pukulan bangau putih’ dan ’12 langkah mencapai langit’ dari ayah dan ibu apakah sudah kamu kuasai dengan baik?”
    “Sudah Yah, aku sudah berlatih berulang-ulang sampai sempurna,” sahutku.
    “Itu adalah bekal untuk masa depanmu Luina, terus berlatih walaupun kamu merasa sudah sempurna. Semua ilmu yang kita kuasai tiak pernah ada yang sempurna, makanya kita harus latih terus-menerus,” kata ibu.
    “Ibumu benar Luina. Besok adalah pertemuan kita yang terakhir …,” sambung ayah sambil menghela nafas. “Kamu akan berangkat ke ibukota untuk mengabdi pada raja. Kamu akan dilatih ilmu oleh jagoan-jagoan kerajaan.”
    “JADI…”.
    “KENAPA…” “TIDAK MAU,” teriakku.
    “Luina…” Ibu memanggil.
    “KENAPA…kenapa kalian memberitahukan baru hari ini! Kenapa?”
    “Itu karena….” Ibu tidak dapat meneruskan kata-katanya.
    “Itu karena sebenarnya kami juga tidak mau kamu pergi, Sayang,” kata ayah. “Tetapi karena kamu adalah 1 dari 5 orang yang sudah ditentukan oleh dewa untuk menjadi pengawal raja.”
    “Ayah bohong, tahu dari mana bahwa aku adalah 1 dari 5 orang tersebut?” sergahku. “Jangan-jangan ayah dibohongi…”
    “Tidak sayang. Kamu ingat bukan sewaktu umur 5 tahun pernah bertanya mengenai tanda di pundak kananmu. Juga pernah tidak kamu merasa kesulitan dalam berlatih ilmu ’12 langkah mencapai langit’ dari ibumu? Itu semua adalah tanda bahwa pada saat kamu lahir, oleh dewa dikaruniakan elemen wind. Kamulah penguasa angin di kerajaan Yor-Qal,” ayah menjelaskan.
    “Jadi ayah mengatakan bahwa aku mempunyai elemen wind, sehingga dapat bergerak dengan cepat seperti angin? Lalu ada elemen apa lagi Yah? Apakah elemenku yang paling hebat?” Luina bertanya dengan antusias.
    “Ha..ha..ha..Luina..Luina. Tadi kamu marah-marah, sekarang ingin tahu semuanya. Baiklah, Ayah akan beritahu kamu. Di kerajaan ini dikuasai 5 elemen, yaitu fire, wind, water, earth, dan lightning. Tidak ada elemen yang paling hebat. Semuanya mempunyai kelebihan masing-masing. Wind kelebihannya adalah kecepatan, fire kekuatan, water kemampuan menyembuhkan, earth untuk pertahanan diri sendiri dan orang lain, terakhir lightning dapat menghancurkan musuh seperti kekuatan lightning.”
    “Kayanya elemen lightning yang paling keren Yah. Kenapa aku tidak diberikan lightning saja?”
    “Sudah lama sekali tidak ada orang yang memiliki elemen tersebut. Ayah mendengar cerita dari kakekmu bahwa 200 tahun yang lalu terjadi perang besar antara penguasa lightning dan penguasa 4 elemen lainnya. Sang penguasa lightning ingin menghancurkan kerajaan ini tetapi akhirnya berhasil dikalahkan oleh 4 elemen yang lainnya. Selang 50 tahun kemudian muncul lagi seorang yang memiliki elemen lightning di kerajaan ini tetapi dia bekerja sama dengan 4 elemen yang lain mempertahankan kerajaan ini dari serangan pasukan might. Lalu terakhir adalah 80 tahun yang lalu, penguasa lightning muncul kembali dan bergabung dengan 4 elemen yang lain memusnahkan pasukan death. Setelah itu dia menghilang dan sampai sekarang tidak ada yang mengetahui penguasa elemen terebut sekarang. Untunglah sekarang sedang tidak ada gejolak dari negara-negara tetangga kita.”
    “Wah… wah… seru sekali ceritanya. Coba kalau penguasa lightning itu muncul lagi, pasti ramai sekali. Ayah, apakah pihak kerajaan tidak berhasil menemukan orang yang menguasai elemen tersebut? Bagaimana dengan elemen-elemen yang lain? Apakah sudah dapat orangnya?”
    “Kalau dikatakan sudah ditemukan, ayah sendiri tidak tahu pasti. Tetapi Hollick, high priest kerajaan kita, sudah sejak 10 tahun yang lalu mengirim para priest untuk mencari anak-anak yang diduga menguasai elemen. Tidak semua orang menyadari bahwa dia menguasai suatu elemen. Kamu sendiri, ayah juga mengetahuinya tidak sengaja. Ibumu melihat tanda lahir di pundakmu yang semakin hari semakin mirip dengan lambang elemen wind. Lalu ayah mengundang Mr. Hollick untuk memastikannya.”
    “Ayah, Luina, sekarang sudah malam. Kamu harus beristirahat Luina, karena besok perjalananmu akan dimulai,” ibu memotong pembicaraan.
    “Sebentar lagi bu, aku masih ingin tahu beberapa hal dari ayah,” jawab Luina.
    “Ya sudah, tapi jangan lama-lama ya. Ayah, ingat anak kita harus beristirahat.”
    “Baik Bu. Sekarang apa lagi yang ingin kamu ketahui Luina?”
    Pembicaraan berlangsung sekitar 1 jam lagi sebelum akhirnya Luina menguap karena mengantuk.
    “Sudahlah Luina, kamu harus tidur sekarang.”
    “Baiklah Yah, selamat malam.”
    “Selamat malam anakku.”

    Sambil berjalan memasuki kamar, Luina berpikir ‘Akhirnya datang juga hari ini. Aku sudah menduga akan datang hari ini sejak ada seorang berjubah putih mengamati latihanku selama beberapa hari. Apakah dia utusan Mr. Hollick? Atau dari kerajaan lain?’ Luina terus berpikir sampai akhirnya ia tertidur.

    Keesokan harinya,
    “Luina, ayo bangun. Kamu harus bersiap-siap sekarang,” ibu memanggil dari balik pintu.
    “Baik Bu, aku sudah bangun,” Luina menyahut sabil berjalan membuka pintu.
    “Ayo, kamu membersihkan diri dulu. Ayah dan Ibu menunggu di ruang makan.”
    “OK boss,” aku tertawa.

    15 menit kemudian aku sudah siap. Ibu membuat hidangan yang istimewa, pastel kentang dan pie apel, kesukaanku. Aku makan dengan lahap diperhatikan oleh kedua orangtuaku. Aku tahu bahwa mereka tidak ingin aku pergi meninggalkan mereka. Mereka sangat menyayangi aku. Aku harus berpura-pura untuk bersikap sedih berpisah dengan mereka, supaya mereka senang (ha..ha..ha..).

    “Makanannya enak sekali Bu. Boleh aku bawa untuk bekal di perjalanan?”
    “Tenang anakku. Ibu sudah bungkuskan untukmu. Nih, untuk sepanjang hari ini.”
    “Sudah selesai makannya Nak? Ayah tunggu kamu di luar ya,” ayah bergerak meninggalkan ruangan. Dia pergi ke ruang kerjanya mengambil sesuatu.

    “Ok Bu, aku sudah selesai makan,” aku meninggalkan ruangan langsung menuju kamar untuk mengambil bungkusan pakaianku. Ibu mengikutiku dari belakang.
    “Sudah siap semuanya? Tidak ada yang ketinggalan?” tanya ibu.
    “Semua sudah kubawa Bu, tenang saja,” aku tersenyum untuk menenangkan ibu.
    “Baiklah Nak. Hati-hati di jalan. Jangan lupa untuk berbuat baik pada orang yang kamu temui. Jangan pernah melakukan hal-hal yang tidak benar,” ibu berkata sambil menghampiriku, memelukku erat-erat. Sesaat aku benar-benar merasakan kasih sayang ibu yang sangat mendalam mengalir memasuki tubuhku. Begitu hangat kasih sayang seorang ibu. Perlahan, ibu mengendurkan pelukannya dan berkata, “Selamat jalan anakku.”
    “Selamat tinggal Bu.”

    Kami berdua berjalan keluar. Ayah sudah menunggu sambil memegang sepasang pedang pendek.
    “Pedang ini untukmu Nak,” ayah memberikannya kepadaku.
    “Untukku Yah? Tapi aku kan tidak pernah belajar menggunakan pedang?” aku menerima sepasang pedang itu dengan wajah bingung.
    “Sekarang coba kamu mainkan ilmu ‘pukulan bangau putih’ dengan kedua pedang tersebut.”

    Aku mulai tersadar. Pedang ini benar-benar pendek sehingga kalau dipegang di tangan seperti ujung paruh bangau atau cakar bangau. Wah, ayah benar-benar seorang blacksmith yang hebat, pujiku dalam hati.

    Aku mulai mengambil kuda-kuda dan mulai memainkan ke 10 pukulan bangau putih itu. Gerakan menghindar dan menyerang terasa lebih mantap dengan pedang di tangan. Setelah selesai, aku berkata “Pas sekali Ayah. Pedang ini benar-benar cocok untuk memainkan ‘pukulan bangau putih’. Terima kasih ayah.”

    “Ini uang untuk bekalmu sepanjang perjalanan. Pergilah Nak, Mengabdilah pada kerajaan, jangan kecewakan orangtuamu,” ayah memberikan bungkusan uang ke tanganku.
    “Baiklah Yah. Ibu, aku pergi dulu,” aku melambaikan tangan pada mereka dan melangkah ke depan tanpa menengok lagi ke belakang. Aku harus siap memulai perjalanan ini. Tidak boleh menoleh ke belakang.

  2. #2
    Junior Member
    Join Date
    Jun 2008
    Posts
    22

    Default

    2nd fiction, combination of martial art and fantasy. the idea coming from suikoden series (playstation game). Again, i make in indonesian languange. hope u enjoy the story. Ch. 2 coming soon.

  3. #3
    Junior Member
    Join Date
    Jun 2008
    Posts
    22

    Default

    this is the map of the world in the story
    Pendekar Angin

    map.doc

Posting Permissions

  • You may not post new threads
  • You may not post replies
  • You may not post attachments
  • You may not edit your posts
  •